Senin, 06 Juli 2009

Rama - rama Surga di Hatiku



Rama - rama Surga di Hatiku


Suatu hari seperti biasanya ana pagi-pagi kuliah ke kampus Universitas Indonesia. Hari itu tepatnya tanggal 26 juni 2009 ana kebetulan ada kuliah semester pendek dan masuk kuliah jam 07.30. Hari itu ana kuliah Biostatistik dengan pengampu Bapak Sutanto Priyo Hastono. Kebetulan hari itu kami semua baru saja melangsungkan ujian tengah semester hari kamisnya yaitu tanggal 25 juni 2009. seperti biasanya kuliah di ikuti 11 orang dari K3 karena kami memang mengajukan mata kuliah tersebut agar bisa dibuka di semester pendek kali ini. Jadi yang ikut semuanya dari departemen keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ). Setelah beberapa jam kuliah di laksanakan dan waktu menunjukkan pukul 11.30, maka kuliah berakhir karena kebetulan hari jumat jadi kami melaksanakan kewajiban untuk solat jumat. Ana memilihsolat jumat di masjid Universitas Indonesia karena tempatnya yang nyaman dan tidak panas. Ana pergi solat jumat dengan teman ana dengan inisial AN dan Nu.

Setelah solat jumat berakhir sekitar pukul 12.30 kami duduk-duduk di dalam masjid di lantai dua sembari ngobrol-ngobrol kecil. Meskipun kami ada tugas untuk mengerjakan tugas Promosi kesehatan dengan teman-teman di perpustakaan kesehatan masyarakat, tetapi kami tidak bergegas pulang.

Ini mengenai cerita nyata yang membuat ana terkagum, cerita ini benar benar mengingatkan ana mengenai Rama-rama nan cantik dan rupawan. Suatu ketika, teman ana yang bernama AN habis solat jumat di masjid Ui bertanya kepada ana dan teman ana yang bernama Nu.

Pertanyaannya sebenarnya mudah, tetapi menurut ana sangat susah untuk menjawabnya. Pertanyaannya begini : ” Apa yang di sukai seorang akhwat ( perempuan ) dari seorang Ikhwan ( laki-laki ). Selanjutnya teman ana Nu menjawab dengan segera : karena Hartanya/kekayaannya.

Terus teman ana AN bertanya lagi melanjutkan pertanyaan sebelumnya : ” terus sebenarnya ada tidak seorang akhwat ( perempuan ) yang menyukai laki-laki tetapi lelaki tersebut tidak kaya/tidak punya harta ”...?

Teman ana, Nu menjawab tidak ada, karena sekarang ini tidak ada akhwat ( perempuan ) yang mau menikah dengan orang yang tidak jelas dan tidak mempunyai kekayaan. karena sekarang ini seorang akhwat yang di lihat kekayaannya/hartanya.

Terus An meminta pendapat dari ana seperti apa, kemudian ana menjawabnya bahwa untuk pertanyaan pertama ana setuju dan sependapat dengan teman ana Nu bahwa yang di sukai seorang akhwat dari seorang ikhwan ( laki-laki ) adalah hartanya/kekayaannya.

Tetapi utuk pertanyaan teman ana An yang kedua, ana tidak sependapat dengan pernyataan Nu, karena menurut ana, meskipun prosentasenya kecil, ana yakin masih ada seorang akhwat ( perempuan ) yang masih mencintai seseorang, meskipun orang tersebut tidak bergelimpangan dengan harta benda. Justru akhwat seperti itulah yang akan menjadi Rama-rama surga yang akan di turunkan sebagai surga di rumah kita. Ana bilang orang seperti itu berarti mempunyai ketaqwaan yang tinggi, karena pernikahan hanyalah sebagai jalan, rizki datangnya dari Alloh. Jadi segala sesuatu bisa dicari. Akhwat yang seperti itu sadar betul bahwa harta hanyalah titipan. Jadi pernikahan yang di landasi mencintai karena Alloh tidak memandang status dari harta dan kekayaannya semata. Jadi ana yakin masih ada akhwat ( perempuan ) seperti itu..! ” Jawab ana’.

Sebagai contohnya misalnya untuk pertanyaan pertama, banyak perempuan yang suka pada seorang laki-laki karena statusnya/pangkatnya tinggi, punya kekayaan, mobil banyak, harta melimpah. Meskipun dalam hal fisik orang tersebut tidak ganteng, tidak pernah menjalankan solat dan perintah alloh swt. Terus untuk contoh pertanyaan yang kedua, ada seorang yang biasa saja, tidak ganteng, tidak punya harta, tidak punya jabatan dll tetapi karena budi pekerti, dia rajin beribadah, baik hati dll maka seorang akhwat bisa menyukainya..imbuh saya menjelaskan pertanyaan pertama dan kedua

Selanjutnya teman Ana, An berkata : bahwa kejadian itu pernah dia alami sendiri, katanya, saya tidak kaya. Terus saya juga tidak ganteng. Tetapi kenapa dia ( Istri ) saya, menyukai saya..terus dia juga bercerita, istri saya bahkan memberikan izin kepada saya untuk menikah lagi. Dan tahu tidak dia mengatakannya kapan..?

Terus ana dan Nu menggelengkan kepala (tanda tidak tahu). Terus An mengatakan bahwa istri saya mengijinkan hal tersebut pada saat malam pertama saya...” kata An..

Apa...” kata kami berdua terkejut. ”Iya dia mengijinkan saya menikah lagi dengan syarat bahwa istri yang saya cari harus hapal Al Quran minimal 15 Juzz ”.kata An menambahkan.

Wah ana sangat terkejut mendengar pernyataan dari istri An. Sungguh ana sangat bangga kepada dia. Dia rela, sabar dan ikhlas memberikan apa yang dia punya demi mendapatkan keridhoan Alloh SWT. Ana yakin dia wanita yang solehah dan pastilah selalu menjaga nilai-nilai akidahnya.

Dari kejadian di atas ana jadi teringat mengenai suatu buku yang ana baca karangan Dr. Khalid Abu Syadi, dengan judul ” Perjalan Mencari Keyakinan ” dan ini sedikit cuplikannya :

Sosok salah seorang istri pegiat dakwah berikut ini patut di jadikan pelajaran. Suaminya digelandang ke penjara tanpa sebab dan tanpa masalah. Dia di tangkap, hanya karena ia aktifis dakwah yang harus menebus jalan yang dilalui para nabi dan rasul Alloh subhanahu wa ta’ala. Penagkapan terjadi hanya berselang tiga bulan setelah pernikahannya. Diapun divonis tanpa pembelaan selama 20 tahun hukuman penjara.

Sebagai suami, sangat wajar ia merindukan istrinya. Jiwanya yang mulia menolak jika istrinya pun di penjara kebebasannya. Makanya sang suami mengirim surat pada istrinya, menawarkan kepadanya untuk memutuskan pilihan. Sang istri membalas surat sang suaminya dengan kata-kata yang dihiasi bunga-bunga keyakinan ;

sungguh, aku telah merasakan nikmatnya dunia selama tiga bulan. Lalu, apakah ketika pahala akhirat akan menghampiri engkau ingin mendapatkannya tanpa diriku ? ! Demi Alloh, tidak ada yang memisahkan antara aku dan dirimu kecuali kematian ! ”

Subhanalloh ! apa yang mendorong sosok perempuan lemah ini memiliki kesabaran yang demikian besar yang tidak dapat di pikul gunung-gunung ? kompensasi apa yang akan dia dapatkan ?

Itulah keyakinan terhadap janji Alloh dan kepercayaan mutlak akan pahala-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Yang tidak lain gambaran surga dan neraka yang terpatri dalam jiwanya, yang demikian jelastanpa kabut penghalang, tertancap dalam nuranitanpa gangguan. Oleh karena itu, ia mampu bersikap wajar, rela berkorban dan ridho dengan apa yang terjadi


Sabar Dalam Menghadapi Bencana (musibah)

Hubungan antara sabar dalam menghadapi bencana dengan keyakinan sangat jelas, sebab yang bisa membantu tegar dalam menghadapi bencana zaman dan kompleksitas problematikanya adalah pengharapan akan mendapatkan pahala baik.

Dan ketika seorang berharap akan pahala yang baik serta mempercayai dan meyakininya, maka beban derita yang dialami akan ringan disebabkan tersedianya pengganti. Bisa di pastikan, sikap demikian akan meringankan beban besar yang di pikul mengingat pengganti kenikmatan dan kenikmatan atas ketabahannya menghadapi derita.

Tanpa demikian, niscahya mengganggu kemaslahatan dunia dna akhirat, sebab seseorang takkan mampu tegar memikul beban yang sementara, kecuali ia akan mendapatkan jaminan hasil yang tak lama, kemudian. Kondisi alamiah jiwa biasanya lebih cenderung pada hal-hal yang segera. Sedang kekhususan akal, ia akan senantiasa memikirkan dampak buruk dan memperhitungkan tujuan.”

Dikisahkan, salah seorang wanita ahli ibadah tergelincir jatuh. Jari tangannya putus. Tapi ia malah tersenyum. Orang yang menyertainya keheranan dan bertanya,”anda ini aneh, jari anda terputus, kok mlah tertawa ?”

Ia menjawab,”aku akan menjawabmu sesuai kadar kemampuan nalarmu. Manisnya pahala (musibah)telah menghapuskan ingatanku untuk mengingat kepahitan (musibah)

Seorang manusia tidaklah akan sabar kecuali meyakini akan meraih pengganti dan merasa tenang dengan imbalan dari musibah yang menimpanya. Zuhair bin Nai’im Al-Bani mengatakan,”sikap tegar takkan tercipta kecuali dengan dua hal; kesabaran dan keyakinan. Jika hanya yakin saja tanpa kesabaran, maka tak akan tercipta. Begitupula jika sabar tanpa keyakinan, maka takkan tercipta.”

Abu Darda Radhiyallahu anhu membuat perumpamaan,”perumpamaan keyakinan dengan kesabaran adalah ibarat dua orang petani yang mencangkuli tanah. Jika salah seorang duduk, maka yang lainpun akan duduk pula.


Di Posting Oleh : Dorin Mutoif, Poltekkes Depkes Yogyakarta, Jurusan Kesehatan Lingkungan

Universitas Indonesia, Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja/K3,

Munggu Rt 02, Rw 02, Gang Mlaten No 02 No Rumah 05, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah