Minggu, 17 Mei 2009

TEORI SOSIAL KOGNITIF



ASPEK PRILAKU

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

TEORI SOSIAL KOGNITIF

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Departement Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Universitas Indonesia

2009




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam penerapan ilmu K3 di tempat kerja hal yang paling sulit dilakukan adalah menjadikan pola prilaku para pekerja untuk melakukan cara yang aman dan sehat dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan sikap setiap pekerja terhadap sesuatu yang harus dikerjakan atau dilakukan itu berbeda-beda. Maka diperlukan adanya suatu cara untuk kontrol secara administratif kepada para pekerja tersebut. Ada beberapa cara kontrol adminitratif yang bisa dilakukan selain mengatur shif kerja, memberikan pelatihan atau workshop dan juga bisa dilakukan dengan memberikan training. Untuk memberikan suatu pelatihan atau training diperlukan beberapa cara pendekatan pembelajaran secara aspek sosial tertentu. Dalam penulisan ini akan dibahas sebuah teori mengenai pendekatan sosial kognitif dalam suatu proses pembelajaran yang khusunya dilakukan di tempat kerja.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang pendekatan teori aspek sosial kognitif dan aplikasinya serta contoh kasusnya di tempat kerja agar bisa memahami secara mendalam bagaimana prilaku para pekerja. Selain itu penulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Prilaku K3.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah

Albert Bandura lahir tanggal 4 Desember 1925 di Mundare Alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Pada 1941 Miller and Dollard mengusulkan teori social learning (pembelajaran sosial). Pada 1963 Badura dan Walters menjabarkan teori social learning dengan dasar pembelajaran observasi dan pengamatan dari yang dilakukan orang lain. Badura menetapkan konsepnya dari kemampuan dirinya pada 1977, ketika dia membantah teori pembelajaran tradisional dari pemahaman pembelajaran.

Bandura menempuh pendidikan kesarjanaannyadi bidang psikologi klinis di Universitas Iowa dan mencapai gelar Ph.D. pada tahun 1952. Pada tahun 1953 Bandura bekerja di Universitas Stanford, sekarang beliau menjadi Profesor David Starr dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial. Ia pernah bekerja sebagai Ketua Jurusan Psikologi Stanford dan pada tahun 1974 terpilih menjadi Ketua American Psychological Association.

2.2 Latar Belakang Teori Sosial Kognitif

Teori sosial kognitif berkaitan dengan berkomunikasi dalam bidang kesehatan. Pertama, teori tersebut berkaitan dengan kognitif, aspek emosi dan aspek kelakuan untuk pemahaman dari isi ilmu-ilmu prilaku. Kedua, konsep dari teori sosial kognitif memberikan jalan untuk penelitian prilaku yang baru dalam pendidikan kesehatan. Akhirnya, pemikiran dari teori-teori yang lainnya seperti psikologi muncul untuk menetapkan pengetahuan dan pemahaman yang baru.

Teori sosial kognitif menetapkan sebuah kerangka untuk pemahaman, prediksi dan tanggung jawab dari prilaku manusia. Teori ini mengidentifikasi prilaku manusia sebagai interaksi dari faktor perorangan, prilaku dan lingkungan.

Menurut jones (1989) “faktanya bahwa variasi prilaku berdasarkan dari situasi ke situasi lainnya mungkin tidak perlu makna bahwa prilaku adalah pengendalian dari situasi tetapi juga bahwa orang dapat menafsirkan situasi secara berbeda dan bentuk yang sama dari bentuk rangsangan mungkin memancing respon yang lain dari orang yangberbeda atau berasal dari orang yang sama dari waktu yang berbeda.”

Kesimpulannya, teori sosial kognitif sangat membantu untuk pemahaman dan prediksi kedua prilaku dari individu dan kelompok dan mengidentifikasi metode pada saat perilalaku bisa termodifikasi atau berubah.

2.3 Deskripsi Teori Sosial Kognitif

Pada dasarnya, teori perilaku digunakan untuk mengubah perilaku seseorang. Dalam aspek perilaku di K3, teori-teori perilaku digunakan untuk mengubah perilaku seseorang lebih aware terhadap kesehatan dan keselamatannya.

Teori sosial kognitif adalah sebuah teori yang memberikan pemahaman, prediksi, dan perubahan perilaku manusia melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1986).




Interaksi antara manusia dan perilakunya melibatkan pengaruh pemikiran dan kelakuan seseorang. Interaksi antara manusia dan lingkungan melibatkan kepercayaan manusia dengan kompetensi secara kognitif yang berkembang dari pengaruh dari dalam lingkungan juga. Yang terakhir, interaksi antara lingkungan dengan perilaku manusia, berkaitan dengan pengaruh perilaku terhadap aspek-aspek dalam lingkungannya dan sebaliknya perilaku yang dipengaruhi lingkungan tersebut.

Menurut Jones pada tahun 1989, fakta bahwa perilaku berubah setiap kali situasi lingkungan berubah tidak menunjukkan bahwa perilaku tersebut dipengaruhi oleh situasi lingkungan, melainkan perilaku tersebut menunjukkan perbedaan-perbedaan situasi tersebut. Jadi terlihat perbedaan ketika stimulus yang sama menghasilkan respon yang berbeda dari orang yang berbeda atau dari orang yang sama dengan waktu berbeda.

Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan memprediksi perilaku individu dan grup dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), karakteristik individu (personal characteristic) berinteraksi. Kemudian, pengalaman baru yang terbentuk menjadi evaluasi terhadap perilaku lama. Pengalaman perilaku yang lama akan menuntun pribadi tersebut menginvestigasi masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.

2.4 Faktor-faktor dari Proses Belajar

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam aplikasi dari teori ini, faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi itu adalah :

1. Perhatian (Attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya)
2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengualangan motorik.
3. Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Motivation).

Selain itu juga yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:


1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari pada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsungditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang ditulis dalam buku panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

2.5 Aplikasi Teori

Menurut Bandura(1977), proses mengamati dan meniru perilaku, sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori belajar dari Bandura ini tampaknya memang bisa berlaku umum dalam semua langkah pendidikan sosial, komunikasi, informasi dan instruksional di lingkungan formal maupun informal.

Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan treatment, yakni :

1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.

2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, baisanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.

3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.

Aplikasi dari teori ini berlaku untuk setiap proses pembelajaran. Misalnya belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Pendekatan seperti ini dengan cara modeling terbuka. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang ditulis dalam buku panduan. Sedangkan untuk hal ini termasuk tritmen dalam pendekata modeling simbolik. Jadi dalam teori ini mengutamakan proses belajar dengan cara meniru dan mempraktekan langsung.

Dalam aplikasi di tempat kerja dengan pendekatan teori ini bisa dilakukan oleh trainer pada saat melakukan training mengenai cara pengoperasian suatu alat ataupun pemakaian APD. Trainer bisa memberikan contoh sambil mempraktekan atau mengsimulasikan materi tersebut sehingga para pekerja bisa langsung meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh trainer.

Selain itu perlu juga ditayangkan dalam bentuk media yang lainnya seperti slide show ataupun video sehingga mereka mendapatkan contoh yang lainnya serta dapat pula diberikan refrensi lain dalam bentuk media cetak seperti booklet atau leaflet.

Individu tersebut akan lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya, dalam pengaplikasiannya terkadang individu bersifat tidak mengacuhkan materi yang berikan sehingga dalam hal ini bisa dilakukan beberapa cara agar individu atau pekerja tertarik untuk meniru gerakan tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menjadikan salah satu dari individu tersebut untuk menjadi model ataupun bisa membawakan model dari tokoh terkenal sehingga individu tadi merasa ingin meniru dan menerapkan hal-hal yang disampaikannya. Hal ini dilakukan karena individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai manfaat.

Contoh penerapan teori belajar sisial lainnya adalah dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintang-bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para "bintang" atau minum obat masuk anginnya "orang pintar".

Namun dalam pengaplikasiannya ada beberapa dampak buruk dari pendekatan modeling terbuka dan juga simbolik yang secara tidak sengaja itu akan muncul dalam benak individu. Misalnya adegan kekerasan pada media televisi, ataupun video. Sebagian kecil orang yang sering menonton adegan kekerasan maka akan terpengaruh untuk menjadi lebih agresif disbanding orang yang tidak menonton film atau video tersebut.


BAB 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

Teori sosial kognitif dari Bandura telah menjelaskan bagaimana suatu proses belajar dengan cara meniru dan juga terjadi interaksi timbal balik antara faktor lingkungan, personal dan sikap. Ketiga faktor ini saling berinteraksi dan memiliki hubungan yang sangat erat. Apabila terjadi suatu perubahan dari suatu faktor tersebut maka akan membuat perubahan pada faktor yang lainnya juga.

3.2 Saran

Dalam menyampaikan suatu materi dibutuhkan beberapa metode dan cara-cara sekaligus Untuk menerapkan teori belajar ini direkomendasikan kepada orang yang memiliki tipe learning kinestetik, yaitu cara menyampaikan materi belajar secara gerakan-gerakan dan verbal. Selain itu yang dijadikan sebagai model dalam simulasinya adalah orang-orang yang cukup dikenal atau mendapat penilaian postif oleh pendengar atau penonton.

Daftar Pustaka

Social Cognitive Theory. http://www.idea.org/page110.html. di download tanggal 10 maret 2009

Teori Sosial Bandura. http://alfaned.blogspot.com/2008/09/bab-2-teori-sosial-bandura.html di download tanggal 09 maret 2009

Social Cognitive Theory. http://www.cw.utwente.nl/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Health%20Communication/Social_cognitive_theory.doc/ didownload tanggal 10 maret 2009

Gumgum Gumilar. Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura. http://www.gumilarcenter.com/arsipartikel/teoribelajarsosial.html di download pada tanggal 10 maret 2009

Senin, 04 Mei 2009

TUGAS ASPEK PERILAKU K3 THE THEORY of RAMSEY 2

DORIN MUTOIF

TUGAS ASPEK PERILAKU K3

THE THEORY of RAMSEY






BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penerapan ilmu K3 di tempat kerja hal yang paling sulit dilakukan adalah menjadikan pola prilaku para pekerja untuk melakukan cara yang aman dan sehat dalam melaksanakan pekerjaannya dan menghindarkan dari terjadinya kecelaakan. Hal ini dikarenakan sikap setiap pekerja terhadap sesuatu yang harus dikerjakan atau dilakukan itu berbeda-beda. Maka diperlukan adanya suatu cara/sebuah tindakan kepada para pekerja tersebut agar dapat mencapai derajat kesehatan yang aman. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan seperti pengamatan bahaya, kognitif/pengenalan, pengambilan keputusan dan kemampuan.. Dalam penulisan ini akan dibahas sebuah teori mengenai konsep bekerja yang aman menurut ramsey dalam suatu proses pembelajaran yang khususnya dilakukan di tempat kerja.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang pendekatan teori Ramsey dan aplikasinya serta contoh kasusnya di tempat kerja agar bisa memahami secara mendalam bagaimana prilaku para pekerja.

BAB II

Landasan Teori

Sejarah

Perilaku merupakan salah satu factor penting dalam mengupayakan keselamatan dalam suatu kegiatan dalam pekerjaan. Oleh karena itu perilaku aman perlu di terapkan dalam kegiatan di semua sector pekerjaan terutama perindustrian, pertambangan, perkebunan, agar tercipta angka kecelakaan di suatu perusahaan tidak meningkat.

Di berbagai Negara termasuk di dalamnya Amerika Serikat menerapkan safety di dunia industri, terdapat beberapa bukti di dalam pelaksanaan nya di antaranya angka kematian, frekuensi angka kesakitan, angka kesakitan akibat kekerasan.

Perilaku aman ( safety behavior ) juga di kenal berbagai macam teori, salah satunya adalah teori ramsey

A. KONSEP TEORI RAMSEY

Menurut Ramsey, perilaku kerja yang aman atau terjadinya perilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan, dipengaruhi oleh 4 ( empat) faktor yaitu :

1. Pengamatan ( Perception )

2. Kognitif ( Cognition )

3. Pengambilan Keputusan ( Decision Making )

4. Kemampuan ( Ability )

Keempat faktor tersebut merupakan suatu proses yang sekuensial mulai dari yang pertama hingga yang terakhir. Bila keempat tahapan ini dapat berlangsung dengan baik maka akan dapat terbentuk suatu perilaku yang aman.

Ramsey Mengajukan sebuah model yang menelaah faktor-faktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan, sebagaimana tampak dalam gambar berikut :

Pada tahapan pertama seseorang akan mengamati suatu bahaya yang akan mengancam. Bila ia tidak mengamati atau salah mengamati adanya bahaya maka ia tidak akan menampilkan perilaku kerja yang aman. Sedang bilamana bahaya kerja teramati sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman bahwa hal yang diamati tersebut membahayakan maka perilaku yang aman juga tidak terampil. Pada tahapan yang ketiga perilaku kerja yang aman juga tidak akan tampil bilamana seseorang tidak memiliki keputusan untuk menghindari walaupun yang bersangkutan telah melihat dan mengetahui bahwa yang dihadapi tersebut merupakan sesuatu yang membahayakan.

Begitu pula pada tahapan keempat perilaku kerja yang aman juga tidak akan tampil bilamana seseorang tidak memiliki kemampuan bertindak untuk menghindari bahaya walaupun pada tahapan sebelumnya tidak terjadi kesalahan atau berlangsung dengan baik.

Tentu saja banyak faktor-faktor individual yang juga mempengaruhi masing-masing tahapan tersebut di atas. Faktor-faktor tersebut tentunya ada yangsulit dirubah karena merupakan faktor bawaan seseorang, namun ada pula yang dapat dirubah atau ditingkatkan.

Pada tahapan pertama, dapat tidaknya seseorang mengamati faktor bahaya di dalam bekerja akan dipengaruhi.

· Kecakapan sensoris ( sensory skill )

· Perseptualnya ( perceptual skill )

· Kesiagaan mental ( state of alertness )

Pada tahapan kedua, pengenalan seseorang terhadap factor bahaya yang di amati atau teramati akan tergantung :

· Pengalaman ( experience )

· Pelatihan ( training )

· Kemampuan mental ( mental ability )

· Daya ingat ( memory ability )

Pada tahap ketiga, keputusan seseorang untuk menghindari kecelakaan akan di pengaruhi oleh :

· Pengalaman ( experience )

· Pelatihan ( training )

· Sikap ( attitude )

· Motivasi ( motivation )

· Kepribadian ( personality )

· Kecendrungan menghadapi risiko ( risk-taking-tendency )

Pada tahapan ke empat, kemampuan seseorang untuk menghindari kecelakaan di pengaruhi oleh :

· Ciri-ciri fisik dan kemampuan fisik ( physical characteristics and abilities )

· Kemampuan psikomotorik ( psychomotor skill )

· Proses-proses fisiologis ( physiological prosess )

Dari keempat tahapan di atas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan factor pengaruh tersebut, sebagian besar merupakan faktor-faktor individual yang sesungguhnya masih dapat di tingkatkan melalui berbagai strategi pendidikan dan pelatihan yang sesuai dan tepat. Namun perlu di sadari pula bahwa betapapun telah terbentuk perilaku kerja yang aman, adanya factor chance masih memungkinkan terjadinya suatu kecelakaan kerja.

BAB III

Penutup

Kesimpulan

Menurut ramsey perilaku kerja yang aman yang menyebabkan kecelakaan di pengaruhi oleh empat factor : Pengamatan ( Perception ), Kognitif ( Cognition ), Pengambilan, Keputusan ( Decision Making ), Kemampuan ( Ability ), dan dari keempat factor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Apabila keempat factor tersebut berlangsung dengan baik maka dapat terbentuk lingkungan kerja yang aman.

Saran

Teori ramsey lebih cenderung merubah perilaku pada individu seseorang, tetapi tidak melihat adanya interaksi antara individu yang satu dengan yang lain dan interaksi antara individu dengan lingkungannya sehingga perlu di tunjang oleh teori-teori yang lain


Daftar Pustaka :

Mc. Cormick, Ernest J. Industrial & Oragnizational psychology, 8 TH Edition Prentice Hall. 1985

Babarik, P.1968. automobile accidents and driver reaction pattern. Journal of applied psychology, 52 ( I ) 49-54

Edwards. D.S., & hahan, C.P. ( 1980 ). A chance to happen journal of safety research, 12(2).59-67

Di posting oleh : Dorin Mutoif, Poltekkes Depkes Yogyakarta Jurusan kesehatan lingkungan Occupational Health and safety, university of Indonesia Munggu, Petanahan, Kebumen